KARYA ASMARAMAN S. KHO
PING HOO
Berisikan format doc, prc dan
pdf
Untuk membaca
format djvu silahkan buka halaman
Ebook Tools
Kho Ping Hoo atau Asmaraman Sukowati Kho Ping
Hoo
Dia legenda pengarang
cerita silat. Kho Ping Hoo, lelaki peranakan Cina
kelahiran Sragen, Jawa Tengah, 17 Agustus 1926, yang
kendati tak bisa membaca aksara Cina tapi imajinasi dan
bakat menulisnya luar biasa. Selama 30 tahun lebih
berkarya, dia telah menulis sekitar 400 judul serial
berlatar Cina, dan 50 judul serial berlatar Jawa.
Bahkan setelah dia meninggal
dunia akibat serangan jantung pada 22 Juli 1994 dan
dimakamkan di Solo, namanya tetap melegenda.
Karya-karyanya masih dinikmati oleh banyak kalangan
penggemarnya. Bahkan tak jarang penggemarnya tak bosan
membaca ulang karya-karyanya. Kho Ping Hoo bernama
lengkap Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo.
Dia juga banyak mengajarkan filosofi tentang kehidupan,
yang memang disisipkan dalam setiap karyanya. Salah satu
tentang yang benar adalah benar, dan yang salah tetap
salah, meski yang melakukannya kerabat sendiri. Kho
Ping Hoo berasal dari keluarga miskin. Dia hanya dapat
menyelesaikan pendidikan kelas 1 Hollandsche Inlandsche
School (HIS). Namun, ia seorang otodidak yang amat gemar
membaca sebagai awal kemahirannya menulis.
Ia mulai menulis tahun 1952.
Tahun 1958, cerita pendeknya dimuat oleh majalah Star
Weekly. Inilah karya pertamanya yang dimuat majalah
terkenal ketika itu. Sejak itu, semangatnya makin membara
untuk mengembangkan bakat menulisnya. Banyaknya cerpenis
yang sudah mapan, mendorongnya memilih peluang yang lebih
terbuka dalam jalur cerita silat. Apalagi, silat bukanlah
hal yang asing baginya. Sejak kecil, ayahnya telah
mengajarkan seni beladiri itu kepadanya.
Karya cerita silat pertamanya
adalah Pedang Pusaka Naga Putih, dimuat secara bersambung
di majalah Teratai. Majalah itu ia dirikan bersama
beberapa pengarang lainnya. Saat itu, selain menulis, ia
masih bekerja sebagai juru tulis dan kerja serabutan
lainnya, untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Namun, setelah cerbung silatnya
menjadi populer, ia pun meninggalkan pekerjaanya sebagai
juru tulis dan kerja serabutan itu, dan fokus menulis.
Hebatnya, ia menerbitkan sendiri cerita silatnya dalam
bentuk serial buku saku, yang ternyata sangat laris.
Cerita silatnya pun makin
bervariasi. Tak hanya cerita berlatar Cina, tetapi juga
cerita berlatar Jawa, di masa majapahit atau sesudahnya.
Bahkan, selain secara gemilang memasukkan makna-makna
filosofis, dia pun menanamkan ideologi nasionalisme dalam
cerita silatnya.
*********